(Bagian Pertama)
Oleh : Ir. Soekarno[1]
SAUDARA-SAUDARAKU sekalian
Saya adalah orang islam, dan saya keluarga Negara
Republik Indonesia. Sebagai orang islam, saaya menyampaikan salam islam kepada
saudara-saudara sekalian, “assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sebagai warga Republik Indonesia, saya menyampaikan
kepada saudara-saudara sekalian, baik yang beragama islam, baik beragama
Hindu-Bali, baik yang beragama lain, kepada saudara-saudara sekalian saya
menyampaikan salam nasional “Merdeka”!
Tahukah saudara-saudara, arti perkataan “salam”
sebagai bagian daripada perkataan assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu?
Salam artinya damai, sejahtera. Jikalau kita menyebutkan assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh, berarti damai dan sejahterahlah sampai kepadamu.
Dan moga-moga rahmat dan berkat Allah jatuh kepadamu. Salam ber-arti damai,
sejahtera. Maka oleh karena itu, saya minta ke-pada kita sekalian untuk
merenungkan benar-benar akan arti perkataan “assalamu alaikum”.
Salam—damai—sejahtera!
Marilah kita bangsa Indonesia terutama sekalian yang
beragama islam hidup damai dan sejahtera satu sama lain. Jangan kita bertengkar
terlalu-lalu sampai membahayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai
gerombolan-gerombolan yang menyebutkan assalamu alaikum, akan tetapi membakar
rumah-rumah rakyat.
Salam—damai—sejahtera! Rukun—bersatu! Terutama sekali
dalam didalam revolusi nasional kita belum selesai ini.
Dan sebagai warganegara yang merdeka, saya tadi
memekikkan pekik “Merdeka” bersama-sama dengan kamu. Kamu yang beragama islam,
kamu yang beragama Kristen, kamu yang beragama Syiwa Buddha, Hindu-Bali atau
agama lain. Pekik merdeka adalah pekik yang membuat rakyat Indonesia itu,
walaupun jumlahnya 80 juta, menjadi bersatu tekad, memenuhi sumpahnya “sekali
merdeka tetap merdeka”!
Pekik merdeka, saudara-saudara, adalah “pekik
pengikat”. Dan bukan saja pekik pengikat, melainkan adalah cetusan daripada
bangsa yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imprealisme—dengan tiada
ikatan penjajahan sedikit pun. Maka oleh karena itu, saudara-saudara, terutama
sekali fase revolusi nasional kita sekarang ini, fase revolusi nasional belum
selesai, jangan lupa kepada pekik merdeka! Tiap-tiap kali kita berjumpa satu
sama lain, pekikkanlah pekik “merdeka”!
Tatkala aku mengadakan perjalanan ke tanah suci
beberapa pekan yang lalu, aku telah diminta oleh khalayak Indonesia dikota
Singapura untuk mengadakan amanat kepada mereka. Ketahuilah, bahwa di Singapura
itu berpuluh-puluh ribu orang Indonesia berdiam. Mereka bergembira, bahwa
Presiden Republiknya lewat Singapura. Mereka menyambut kedatangan Presiden
Republik Indonesia itu dengan gegap-gempita, dan diminta kepada Presiden
Republik Indonesia untuk memberikan amanah kepadanya. Didalam amanah itu
beberapa kali dipekikkan pekik “merdeka”.
Apa lacur? Sesudah bapak meneruskan perjalanan ke
Bangkok ke Rangoon, ke New Delhi, Karachi, ke Bagdad, ke Mesir, ke Negara Saudi
Arabia, sesudah bapak meninggalkan kota Singapura, geger….pers imprealisme
Singapura, saudara-saudara. Mereka berkata: “Presiden Soekarno kurang ajar”.
Presiden Soekarno menjalankan ill-behavior, katanya. ill-behavior itu artinya
tidak tau kesopanan. Apa sebabnya pers imprealisme mengatakan bapak menjalankan
ill-behavior, kurang ajar? Kata mereka, toh tahu Singapura ini bukan negeri
merdeka? Toh tahu, bahwa disini masih didalam kekuasaan asing, kok memekikkan
pekik “merdeka”?
Tatkala bapak kembali dari tanah suci, singgah lagi di
Singapura, bapak dikeroyok oleh responden-responden dan wartawan-wartawan.
Mereka menanyakan kepada bapak: “Tahukah PYM Presiden, bahwa tatkala PYM
Presiden meninggalkan kota Singapura ddalam perjalanan ke Mesir dan tanah suci,
PYM dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill-behavior, oleh karena PYM memekikkan
pekik merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia disini memekikkan pekik
merdeka? Apa jawab Paduka Yang Mulia atas tuduhan itu?”
Bapak menjawab: “jikalau orang Indonesia berjumpa
dengan orang Indonesia, warganegara Republik Indonesia berjumpa dengan
warganegara Republik Indonesia, pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu
dengan orang Indonesia selalu memekikkan pekik “merdeka”! Jangankan di sorga,
didalam neraka pun!”
Nah…saudara-saudara dan anak-anakku sekalian, jangan
lupa akan pekik merdeka itu. Gegap-gempitakan tiap-tiap kali pekik merdeka itu.
Apalagi sebagai bapak katakan tadi dalam fase revolusi nasional kita yang belum
selesai. Dus kuulangi lagi, sebagai manusia yang beragama islam, aku
menyampaikan kepadamu salam “assalamu alaikum!” sebagai warganegara Republik
Indonesia, aku menyampaikan kepadamu “merdeka!”
Saudara-saudara, aku pulang dari Bali—beristirahat
beberapa hari disana—diminta oleh Kongres Rakyat Jawa Timur untuk pada inti
malam memberikan sedikit ceramah, wejangan, amanah, terutama sekali mengenai
hal “apa sebabnya negara Republik Indonesi berdasarkan kepada Pancasila? Dan
memberikan penerangan tentang hal Panca Dharma.
Tadi, tatkala aku baru masuk gedung Gubernuran ini,
hati kurang puas. Apa sebab? Terlalu jauh jarak rakyat dengan bung Karno. Maka
oleh karena itulah saudara-saudaraku dan anak-anakku sekalian, maka bapak minta
kepadamu pimpinan agar supaya saudara-saudara diberi izin lebih dekat. Sebab,
saudara-saudara tahu isi hati bapak ini, isi hati Presiden, isi hati bung
Karno, kalau jauh daripada rakyat rasanya seperti siksaan. Tetapi kalau dekat
dengan rakyat, rasanya laksana Kokrosono turun dari pertapaannya.
Permintaan Kongres Rakyat untuk memberikan amanat
kepada saudara-saudara, insya Allah saya kabulkan. Dan dengarkan benar, aku
berpidato disini bukan sekedar sebagai Soekarno. Bukan sekedar sebagai bung
Karno. Bukan sekedar sebagai pak Karno. Aku berpidato disini sebagai Presiden
Republik Indonesia! Sebagai Presiden Republik Indonesia aku diminta memberi
penjelasan tentang Pancasila. Apa sebabnya negara Republik Indonesia didasarkan
atasa Pancasila?
Apa sebab? Tak lain dan tak bukan ialah oleh karena
aku ini Presiden Republik Indonesia disumpah atas Undang-Undang dasar kita.
Saya tadi berkata, bahwa saya memenuhi permintaan Kongres Rakyat Jawa Timur
dengan penuh kesenangan hati, ialah oleh karena saya ini sebagai Presiden
Republik disumpah atas dasar Undang-Undang dasar kita. Disumpah harus setia
kepada Undang-Undang dasar kita. Didalam Undang-Undang dasar kita, dicantumkan
satu mukadimah, kata pendahuluan. Dan didalam kata pendahuluan itu dengan tegas
disebutkan Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan Indonesia yang
bulat, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”. Malahan bukan satu
kali ini Pancasila itu disebutkan didalam Undang-Undang dasar kita. Sejak kita
didalam tahun 1945 telah berkemas-kemas untuk menjadi suatu bangsa yang
merdeka, sejak itu kita telah mengalami empat kali naskah.
Sebelum kita mengadakan proklamasi 17 agustus, sudah
ada naskah. Kemudian pada tanggal 17 agustus, satu naskah lagi. Kemudian
tatkala RIS dibentuk, satu naskah lagi. Kemudian sesudah itu, tatkala kita
kembali kepada zaman Republik Indonesia Kesatuan, satu naskah lagi. Empat kali
naskah, saudara-saudara. Dan didalam keempat naskah itu dengan tegas disebutkan
Pancasila.
Pertama, tatkala kita didalam zaman Jepang, kita telah
berkemas-kemas didalam tahun 1945 itu untuk menjadi bangsa yang merdeka. Pada
waktu itu telah disusunlah satu naskah yang dinamakan “Charter Jakarta”.
Didalam Charter Jakarta ini telah disebutkan dengan tegas lima azas yang hendak
kita pakai sebagai pegangan untuk negara yang akan datang. “Ketuhanan yang maha
esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”.
Demikian pula tatkala kita telah memproklamirkan
kemerdekaan kita pada tanggal 17 agustus 1945, dengan tegas pula keesokan
harinya, saudara-saudara, kukatakan dengan Undang-Undang Dasar yang kita pakai
ini. Yaitu undang-undang dasar yang kita rencanakan pada waktu zaman Jepang
dibawah ancaman bayonet Jepang; kita rencanakan satu undang-undang dasar
daripada negara Republik Indonesia yang kita proklamasikan pada tanggal 17
agustus 1945. Dan didalam Undang-Undang Dasar itu dengan tegas dikatakan
Pancasila: “Ketuhanan yang maha esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan
Rakyat, Keadilan Sosial”.
Tatkala berhubung dengan jalannya politik, negara
Republik Indonesia Serikat dibentuk (RIS), pada waktu itu dibentuklah
Undang-Undang Dasar RIS. Dan didalam mukadimah Undang-Undang Dasar RIS ini
disebutkan lagi dengan tegas Pancasila.
Kita tidak senang dengan federal-federalan. Segenap
rakyat akan memprotes akan adanya susunan ini. Delapan bulan susunan federal
ini. Delapan bulan susunan RIS berdiri, hancur lebur RIS, berdirilah negara
Republik Indonesia Kesatuan. Dan Undang-Undang Dasar yang dipakai RIS ini
diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara daripada negara Republik Indonesia
Kesatuan. Tetapi tidak diubah isi mukadimah yang mengandung Pancasila.
Jadi, dengan tegas, saudara-saudara, jelas! Empat kali
didalam sepuluh tahun ini kita melewati empat naskah. Tiap-tiap naskah
menyebutkan Pancasila. Dan tatkala aku dengan karunia Alla SWT dinobatkan
menjadi Presiden, aku disumpah. Dan isi sumpah itu antara lain setia kepada
Undang-Undang Dasar. Maka oleh karena itulah, saudara-saudara, rasa sebagai
kewajiban jikalau diminta oleh sesuatu golongan akan keterangan tentang
Pancasila, memenuhi permintaan itu.
Dan pada ini malam dengan mengucap suka syukur
kehadira Allah SWT, aku berdiri dihadapan saudara-saudara. Berhadap-hadapan
muka dengan kaum buruh, dengan pegawai, rakyat jelata, Pihak Angkatan Laut
Republik Indonesia dan pihak tentara, dengan pihak Mobrig, pihak polisi, pihak
perintis, dengan pemuda, dengan pemudi, berdiri dihadapan saudara-saudara dan
anak-anak sekalian, yang telah datang membanjiri lapangan yang besar ini
laksana air hujan. Aku mengucap banyak terima kasih kepadamu. Dan insya Allah,
saudara-saudara, aku akan terangkan kepadamu tentang apa sebab negara Republik
Indonesia didasarkan Pancasila.
Saudara-saudara. Ada yang berkata Pancasila ini hanya
sementara! Yah….jikalau diambil didalam arti itu, memang Pancasila adalah
sementara. Tetapi bukan saja Pancasila adalah sementara, bahkan ketentuan
didalam Undang-Undang Dasar kita, bahwa Sang Merah Putih bendera kita, itupun
sementara! Segala Undang-Undang Dasar kita sekarang ini adalah sementara.
Tidakkah tadi telah kukatakan, bahwa Undang-Undang
Dasar yang kita pakai sekarang ini, malahan disebut Undang-Undang Dasar
Sementara daripada negara Republik Indonesia? Apa sebab sementara? Yah…..oleh
karena akhirnya nanti yang akan menentukan segala sesuatunya ialah
konstituante.
Maka itu saudara-saudara, kita akan mengadakan
pemilihan umum dua kali. Pertama, pada tanggal 29 september nanti, insya Allah,
untuk memilih DPR. Kemudian pada tanggal 5 desember untuk memilih konstituante
adalah Badan pembentuk Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar yang tetap.
Konstituante adalah pembentuk konstitusi. Konstitusi berarti Undang-Undang
Dasar. Undang-Undang Dasar tetap bagi negara Republik Indonesia, yang sampai
sekarang ini segala-segalanya masih sementara.
Tetapi, saudara-saudara, jikalau ditanya kepadaku “Apa
yang berisi kalbu bapak ini akan permohonan kepada Allah SWT? Terus terang aku
berkata, jikalau saudara-saudara membelah dada bung Karno ini, permohonanku
kepada Allah SWT ialah, saudara-saudara bisa membaca didalam dada bung Karno
memohon kepada Allah SWT supaya negera Republik Indonesia tetap berdasarkan
Pancasila.
Yah…benar, bahwa segal sesuatunya adalah sementara.
Tetapi aku berkata, bahwa Sang Merah Putih adalah sementara, adalah bendera
Republik Indonesia pun sementara. Dan jikalau nanti konstituante bersidang,
insa Allah, Saudara-saudaraku, siang dan malam bapak memohon kepada Allah SWT
agar supaya konstituante tetap menetapkan bendera Sang Merah sebagai bendera
negara Indonesia.
Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan
Sang Merah Putih ii . jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai
bendera Republik Indonesia.
Tahukah saudara-saudara, bahwa warna Merah Putih ini
bukan buatan Republik Indonesia? Bukan buatan kita dari zaman pergerakan
nasional. Apalagi bukan buatan bung Karno, bukan buatan bung Hatta! Enam ribu
tahun sudah kita mengenal akan warna Merah Putih ini. Bukan beribu tahun, bukan
dua ribu tahun, bukan tiga ribu tahun, bukan empat ribu tahun, bukan enam ribu
tahun! Enaaaam….ribu tahun kita telah mengenal warna Merah Putih!
Tatkala disini belum ada agama Kristen, belum ada
agama Islam, belum ada agama Hindu, bangsa Indonesia telah mengagungkan warna
Merah Putih. Pada waktu itu kita belum mengenal Tuhan dalam cara mengenal
sebagai sekarang ini. Pada waktu itu yang kita sembah adalah matahari dan
bulan. Pada waktu itu kita hanya mengira, bahwa yang memberi hidup itu
matahari. Siang matahari, malam bulan. Matahari merah, bulan putih. Pada waktu
itu kita telah mengagungkan warna Merah Putih.
Kemudian bertambah kecerdasan kita. Kita lebih dalam
menyelami akan hidup di alam ini. Kita memperhatikan segala sesuatu didalam
alam ini dan kita melihat. Oh, alam ini ada yang hidup bergerak, ada yang tidak
bergerak. Ada manusia dan binatang, makhluk-makhluk yang bergerak. Ada
tumbuh-tumbuhan yang tidak bisa bergerak. “manusia dan binatang itu darahnya
merah. Tumbuh-tumbuhan darahnya putih”. Getih-getah. Cuma i diganti a. Dulu
kita mengagungkan matahari dan bulan yang didalam alam Hindu dinamakan Surya
Chandra. Kemudian kita mengagunkan getah-getih. Merah-Putih, saudara-saudara,
itu adalah fase kedua.
Fase ketiga, manusia mengerti akan kejadian manusia.
Mengerti, bahwa kejadian manusia ini adalah daripada perhubungan laki dan
perempuan, perempuan dan laki. Orang mengerti perempuan adalah merah, laki
adalah putih.
Dan itulah sebabnya maka tidak turun-temurun
mengagungkan merah putih. Apa yang dinamakan “gula-kelapa”, mengagungkan bubur
bang putih. Itulah sebabnya maka kita kemudian tatkala kita, mempunyai
negara-negara setelah mempunyai kerajaan-kerajaan, memakai merah putih itu
sebagai bendera negara. Tatkala kita mempunyai kerajaan Singosari, merah putih
telah berkibar terus dirampas oleh imprealisme asing. Tetapi didalam dada kita
tetap hidup kecintaan kepada merah putih.
Dan tatkala kita, mengadakan pergerakan nasional sejak
tahun 1908, dengan lahirnya Budi Utomo dan diikuti oleh Serikat Islam, oleh NIP
(National Indische Party), oleh ISDP oleh PKI, oleh Serikat Rakyat, oleh PPPK,
oleh PBI, oleh Parindra, dan lain-lain, maka rakyat Indonesia tetap mencintai
merah putih sebagai warna benderanya.
Dan tatkala kita pada tanggal 17 agustus 1945
memproklamirkan kemerdekaan itu, dengan resmi kita menyatakan sang merah putih
adalah bendera kemerdekaan kita.
Itu semua jika dikatakan sementara, ya sementara !
sebab konstituante belum bersidang. konstituate mau mengubah warna ini?? lho,
kok menurut haknya, boleh saja. Sebab konstituante itu adalah kekuasaan kita
yang tertinggi. penyusun, pembentuk konstitusi. Jadi konstituante misalnya
hendak menentukan warna bendera Negara Republik Indonesia bukan merah putih,
yah mau dikatakan apa?
Tetapi bapak berkata, bapak memohon kepada allah swt agar
supaya warna merah putih tetap menjadi warna bendera bendera republik
Indonesia.
Kembali lagi kepada Indonesia. Jika dikatakan
sementara, yaaa….sementara!
Lagi-lagi bapak berkata ini berkata, allah swt, allah
swt. Dan bapak pun bersyukur kehadirat allah swt, bahwa cita-cita bapak yang
sudah bertahun-tahun untuk haji dikabulkan oleh allah swt. Lagi-lagi, allah
swt.
Saudara-saudara, jikalau aku meninggalkan dunia nanti,
ini hanya tuhan mengetahui, dan tidak bisa dielakkan semua orang, jikalau
ditanya oleh malaikat: hai….Soekarno, tatkala engkau hidup di dunia, engkau
telah mengerjakan beberapa pekerjaan. Pekerjaan yang paling engkau cintai?
Pekerjaan apa yang paling engkau kagumi? Pekerjaan apa yang paling engkau
ucapkan syukur kepada allah swt? moga-moga saudara-saudara aku bisa
menjawab–ya…bisa menjawab demikian tau tidaknya itu tergantung dari pada allah
swt: “tatkala aku hidup didunia ini, aku telah ikut membentuk negara republik
Indonesia. Aku telah ikut membentuk satu wadah bagi masyarakat Indonesia”.
Sebagai sering kukatakan saudara-saudara, negara
adalah wadah. Jikalau aku diberi karunia oleh allah swt mengerjakan pekerjaan
satu ini saja, allahu akbar, aku akan berterima kasih setinggi langit. Yaitu
untuk pekerjaan ini saja, ikut membentuk wadah. Wadahnya, wadahnya saja yang
bernama negeri ini. Didalam wadah ini ada masyarakat. Wadah yang dinamakan
negara ini adalah wadah untuk masyarakat.
Membentuk wadah adalah lebih mudah daripada membentuk
masyarakat. Membentuk wadah adalah sebenarnya bisa dijalankan dalam satu
hari—wadah yang bernama negeri itu.
Tidaklah, saudara-saudara, dari sejarah dunia
kadang-kadang mendengar, bahwa oleh suatu konperensi kecil sekonyong-konyong
diputuskan dibentuk negara ini, dibentuk negara itu. Misalnya, dahulu sesudah
peperangan dunia yang pertama, tidakkah negara Cekoslowakia sekedar dengan
coretan pena dari suatu konperensi kecil. Membentuk negara…., gampang! Dulu
disini pernah dibentuk negara Indonesia Timur, negara Pasundan, hanya dengan
dekrit Van Mook, saudara-saudara! Tetapi mencoba membentuk masyarakat, susah!.
Membentuk masyarakat, kita harus bekerja siang dan
malam, bertahun-tahun, berpuluh-tahun, kadang-kadang berwindu-windu,
berabad-abad. Masyarakat apapun tidak gampang dibentuknya. Itu meminta
pekerjaan kita terus menerus. Baik masyarakat islam, maupun masyarakat kristen
maupun sosialis. Bukan bisa dibentuk dengan satu dekrit saudara-saudara, dengan
satu tulisan, dengan satu unjau nafas manusia. Membentuk masyarakat makan
waktu!
Yah…, aku bermohon kepada tuhan, diperbolehkanlah
hendaknya ikut membentuk masyarakat pula. Masyarakat di dalam wadah itu.
Tetapi aku telah bersyukur seribu syukur kepada tuhan,
jikalau nanti aku bisa menjawab kepada malaikat itu, bahwa hidupku di dunia ini
antara lain-lain ialah telah ikut membentuk wadah ini saja. Membentuk wadah yang
bernama negara dan wadah ini buat suatu masyarakat yang besar. Walaupun rapat
ini lebih daripada satu juta manusia saudara-saudara, wadah ini bukan kok cuma
buat satu juta manusia itu saja. Tidak! wadah yang bernama negara, negara yang
bernama republik Indonesia itu adalah wadah untuk masyarakat Indonesia yang 80
juta, dari sabang sampai marauke! Dan masyarakat Indonesia ini adalah beraneka
ragam, beraneka adat-istiadat, beraneka suku. Bertahun-tahun aku ikut
memikirkan ini. Nanti jikalau allah swt memberikan kemerdekaan kepada kita,
dulu berpikiran demikianlah bapak, jikalau negara republik Indonesia telah
berdiri, segenap rakyat Indonesia yang 80 juta. Negara harus didasarkan apa?
Tatkala aku masih berumur 25 tahun, aku telah
memikirkan hal ini. Tatkala aku aktif didalam pergerakan, aku lebih-lebih lagi
memikirkan hal ini. Tatkala dalam zaman Jepang, tetapi oleh karena tekad kita
sendiri, usaha kita sendiri, pembantingan tulang sendiri, korbanan kita
sendiri, tatkala fajar telah menyinsing, lebih-lebih kupikirkan lagi hal ini.
Wadah ini hendaknya jangan retak. Wadah ini hendaknya utuh sekuat-sekuatnya.
Wadah untuk segenap rakyat Indonesia, dari sabang sampai marauke yang beraneka
agama, beraneka suku beraneka adat-istiadat.
Sekarang aku menjadi presiden Republik Indonesia
adalah karunia Tuhan. Aku tidak menyesal, bahwa aku telah memfomulirkan
pancasila. Apa sebabnya? barangkali lebih daripada siapa pun di Indonesia ini,
aku mengetahui akan keanekaan bangsa Indonesia ini, aku mengetahui publik
Indonesia aku berkesempatan sering-sering untuk melewat ke daerah-daerah.
Sering-sering aku naik kapal udara. Malahan jikalau didalam kapal udara aku
sering-sering, katakanlah, main gila dengan pilot. Pilot terbanglah tinggi,
lalu akan tanya kepadanya:
“Saudara pilot, berapa tinggi ?”
“12.000 kaki paduka yang mulia”
“kurang tinggi, naikkan lagi”
“13.000 kaki”
“Hahaa…kurang tinggi bung!”
“14.000 kaki”
“kurang tinggi!”
“15.000 kaki”
“kurang tinggi”
“16.000 kaki”
“kurang tinggi”
“17.000 kaki”
“kurang tinggi”
“sudah tidak bisa lagi, paduka yang mulia. Kapal udara
kita sudah mencapai plafon’.
Plafon itu ialah tempat yang setinggi-tingginya bagi
kapal udara itu.
Aku terbang dari barat ke timur, dari timur ke barat.
Dari utara ke selatan, dari selatan ke utara. Aku melihat tanah air kita.
Allahu akbar, cantiknya bukan main! dan bukan saja cantik, sehingga benarlah
apa yang diucapkan oleh Multatuli didalam kitab “Max Havelar”, bahwa Indonesia
ini adalah demikian cantiknya, sehingga ia sebutkan “Indulinde de zich daar
slingert om den evenaar als een gordel van smaragd”. Indonesia yang laksana
ikat pinggang terbuat daripada zamrud berlilit-lilit sekeliling khatulistiwa!
Indahnya demikian.
Ya…, memang saudara-saudara, jikalau engkau terbang
17.000 kaki diangkasa dan melihat kebawah, kelihatan betul-betul Indonesia ini
adalaha sebagai ikat pinggang yang terbuat dari zamrud, melilit mengelilingi
khatulistiwa, berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu pulau saudara melihat.
Dan tiap-tiap pulau itu berwarna-warna. Ada yang hijau kehijauan, ada yang
kuning kekuningan. Indah permai tanah air kita ini, saudara-saudara. Lebih
daripada 3.000 pulau, bahkan kalau dihitung dengan yang kecil-kecil, 10.000
pulau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar